Kamis, 16 April 2015

*SURGA BILIK KORAN *

                               SURGA BILIK KORAN

Di kolong sebuah jembatan ibukota , dlm bilik yg terbuat dari koran2 bekas tinggal seorang lelaki kurus berkulit hitam bersama istrinya yang berwajah mulus dan cantik jelita. Debu2 yg beterbangan siang malam di sekitar tempat itu bagai enggan hinggap di atas kemulusan wajah istri lelaki itu. Jeritan2 knalpot yg merefleksikan kehidupan yg menangis samasekali gagal mengusik dan mengacaukan kemesraan cinta yang mereka rajut bagai sebuah lukisan abstrak.

Sudah beberapa hari aku duduk mengawasi mereka dari sebuah halte bus di seberang jalan. Syukur aku hanyalah seorang pengangguran sehingga tdk akan merugikan negara jika menghabiskan waktu seharian di halte itu. Dan juga ketika rasa lapar terasa mengiris perutku tak seorangpun yang akan terbebani. Semua itu telah memberiku cukup banyak kesempatan untuk mengamati lukisan kehidupan yang dilakonkan suami istri di kolong jembatan itu  ____ yang tentu saja apa yang kulakukan ini akan dianggap sebagai pekerjaan yang sia-sia dalam perspektif pengetahuan manusia yang hati dan akalnya terjebak dlm penjara impian materil.

Kala fajar menyepuh wajah bumi dengan sinar keemasan , lelaki itu meninggalkan bilik korannya dengan iringan do'a sang istri. Ia kemudian meniti benang-benang sang fajar dengan harapan akan mendapatkan makanan alakadarnya untuk menopang hidup bersama istri tercinta.

Manakala senja telah tiba , lelaki itu pulang membawa bungkusan di tangannya. Istrinya yang setia dan tidak pernah meninggalkan bilik koran itu akan berdiri menyambutnya dengan senyum bunga mawar yang aromanya senantiasa dijemput angin lalu dibawa terbang menuju tempat para bidadari menyanyikan kidung cinta.

Tangan halus dengan jari jemari lembut wanita jelita itu terulur menuntun lengan kurus sang suami seraya menyambut bungkusan makanan yang diperoleh suaminya melalui tetesan keringat sepanjang hari.

Kepuasan terpancar dari wajah mereka dalam menyambut jatah kehidupan yang telah dituliskan pena takdir. Keriangan hati mereka laksana kicau burung-burung surgawi saat terbuai dalam candaria yang tidak menyiratkan segorespun luka kehidupan.

Melihat kebahagiaan dalam bingkai kusam di depan mata , rasa cemburu diam-diam merasuki hatiku. Bukan karena lelaki itu dengan kepapaannya bisa mempunyai istri yang cantik jelita , tetapi wajah-wajah mereka yang selalu memantulkan bias-bias kebahagiaan di tengah keburaman nasib , sungguh kuanggap hal yang mustahil. Aku yakin pasti ada suatu rahasia yang tidak tampak dalam ruang kanvas kehidupan mereka .

Kucermati sungguh2 lembaran buku kehidupan suami istri itu dan tidak kudapati satu goresanpun yang menjelaskan rahasia kebahagiaan dalam lembaran siang. Maka aku mulai berpikir bahwa kegelapan malam yang senantiasa mendekap pesona warna-warni  pasti telah menyembunyikan pula suatu rahasia istimewa dari kehidupan mereka. Maka ketika matahari sudah lelap sedang rembulan menggigil sembunyikan wajah , aku datangi tempat mereka dengan bersembunyi di balik bentangan tirai kegelapan malam.

Dalam pesona memikat kusaksikan perempuan cantik itu tidur terlentang di hamparan kardus2 bekas sebagai tilam bagi tubuhnya yang halus lembut. Sementara suaminya sedang duduk bersimpuh dengan tangan tengadah seraya berdo'a ;
 " Ya Allah, Tuhan pemilik seluruh kerajaan ! Limpahkanlah kepadaku hati yang tidak menggantungkan harapan apapun kepada yang selain-Mu. Bimbinglah aku untuk senantiasa mensyukuri nikmat-Mu yang tidak akan lunas meski kubayar dengan seluruh hidupku. Ya Allah, hindarkanlah aku dari menghasratkan istana-istana yang dibangun atas keserakahan setelah Engkau karuniakan surga dalam bilik koran. Janganlah Engkau biarkan kecantikan istriku membutakan aku untuk tidak memandang wajah-Mu. Ya Allah penderma segala kelezatan. Tanamkanlah kepuasan kepadaku terhadap rasa lapar dan haus demi hidangan surga dan seteguk air dari telaga kekasih-Mu. Janganlah Engkau menjadikan rasa lapar dan haus dapat mendorongku menghalalkan segala cara demi mengenyangkan perut dari hidangan tangan-tangan kotor bersimbah lumpur kemaksiatan "

Usai berdo'a lelaki itu merebahkan diri di sisi istrinya yang malam itu wajahnya menggantikan sinar rembulan. Sementara angin menebarkan aroma wangi mengantar do'a lelaki itu ke ufuk cakrawala.

Perlahan aku melangkah pulang sembari berbisik pada diriku sendiri, " Tidak sia-sia aku menembus kegelapan malam dan menyibak tirai yang dibentangkannya, karena malam ini telah menjelaskan rahasia istimewa yang sia-sia kucari pada siang hari.

KIAS

Engkau pamit tanpa pernah meninggalkanku
Seperti aku yang mendatangi setiap kota
Tanpa meninggalkan rumahku