Rabu, 23 Februari 2022

MANURUNGNGE

Diriwayatkan bahwa raja-raja yang tersebut dalam sure' La Galigo telah menghilang semua. Tak ada lagi yang disebut raja. Selama 7 Pariama manusia hidup tanpa aturan, tanpa hukum. Yang kuat memangsa yang lemah. Hidup manusia tak lebih dari kehidupan binatang liar.

 Pada suatu hari kilat sabung-menyabung disertai guntur dan gempa bumi yang dahsyat. Sepekan lamanya demikian. Setelah kilat, guntur dan gempa bumi mereda, tiba-tiba tampaklah seorang berdiri di tengah padang berpakaian serba putih. 0rang banyak pun berkumpullah sekelompok-sekelompok lalu kemudian mereka sepakat menamai orang itu  Tomanurung karena kemunculannya yang dianggap dari Kayangan ( alam atas ).
Setelah itu orang banyak itu pun bermusyawarahlah. Mereka bersepakat akan pergi bersama-sama menemui orang yang mereka namakan Tomanurung itu. Setiba di tempat itu, orang banyak itu berkata, "Maksud kedatangan kami ke mari, hai orang yang ber- bahagia, kasihanilah kami ini. Janganlah engkau menghilang lagi! Diamlah engkau di negerimu ini, dan engkaulah yang bertuan di sini. Kehendakmu kami ikuti, perintahmu kami laksanakan. Walaupun anak dan isteri kami kalau tidak engkau senangi, kami pun demikian pula, asalkan engkau mau saja tinggal di sini. Engkaulah yang bertuan di negeri ini." Setelah itu berkatalah orang yang mereka namakan Toma- nurung itu. "Baiklah katamu itu. Hanya saja ingin saya katakan kepadamu, tak mungkin saya kamu angkat jadi raja, karena saya ini hanyalah seorang hamba juga. Kalau kamu ingin mengangkat seorang raja, di sana ada tuan hamba, angkatlah beliau jadi raja!"
Orang banyak itu berkata, "Bagaimana kami akan menjadi- kan raja orang yang belum pernah kami lihat?"
Orang yang dinamakan Tomanurung itu berkata, "Kalau kamu benar-benar mau, akan saya tunjukkan."
Orang banyak itu berkata, "Kami benar-benar mau. Sepala- pala engkau mengasihani kami, antarkanlah kami ke sana!" Setelah itu maka orang banyak itu pun diantarkanlah ke tempat yang bernama Matajang. Ketika itu guntur dan kilat pun kembali sabung-menyabung. Maka didapatinyalah Tomanurung sedang duduk di atas batu yang datar, berpakaian serba kuning. Ada tiga orang hamba pengiringnya. Seorang yang memayunginya dengan payung kuning, seorang yang mengipasinya, dan seorang lagi yang membawa tempat sirih.

Mereka pun pergilah mendekat kepada Tomanurung. Toma- nurung itu berkata, "Engkau datang, Matowa?"
Matowa itu berkata, "Ya, tuan hamba." Orang banyak itu barulah tahu bahwa yang tadinya mereka sangka raja, sebenarnya hanya Matowa jualah.
Maka orang yang dinamakan Tomanurung itu berkata, "Dia itulah tuan hamba!"
Setelah itu orang banyak itu pergilah ke dekat Tomanurung yang berpakaian serba kuning. Orang banyak itu berkata, "Maksud kedatangan kami sekalian, tuanku, kami minta dikasihani. Me- netaplah tuan hamba di negeri ini. Janganlah menghilang lagi. Tinggallah di sini, dan engkaulah kami pertuan. Kehendakmu kami ikuti, perintahmu kami laksanakan. Walaupun anak dan isteri kami kalau tidak engkau senangi, kami pun demikian pula, asalkan engkau mau saja tinggal di sini. Engkaulah yang bertuan di negeri ini." Tomanurung itu berkata, "Apakah kamu sekalian tidak men dua hati, dan tidak berkata dusta?"
Setelah itu terdapatlah persetujuan antara Tomanurung dengan orang banyak. Maka dibawalah Tomanurung pindah ke Bone. Tomanurung itulah yang jadi raja di Bone. Beliau pun di- bangunkanlah sebuah istana. Setelah selesai istana itu, beliau pun tinggallah di istana itu. 
Manurungé di Matajang melahirkan La Ummase' yang digelar Tomulaie Panreng (yang mula-mula jenazahnya dikuburkan). Setelah baginda suami isteri menghilang  moga-moga saya tidak kena kutuk - La Ummase' diangkat jadi Raja Bone. Setelah meninggal digelar Tomulaié Panreng. Beliau hanya dipayungi dengan perisai. Kalau beliau bepergian terpaksa kena panas matahari. Bone tidak lagi memiliki payung kerajaan. Beliau terkenal sebagai pandai besi. Terkenal juga kuat ingatan,dan selalu waspada serta berjaga-jaga. Dikenal juga orang yang rendah hati. Saudara perempuan Arumpone yang bernama I Pattanra Wanua kawin dengan raja di Palakka yang bernama La Pattikkeng. Raja Bone inilah yang mengalahkan Biru, Maloi, Arobbireng, dan Majang. Beliau berselisih dengan iparnya, raja di Palakka yang bernama La Pattikkeng. Timbullah perang antara keduanya. Setelah tiga bulan perang berlangsung, tak ada yang kalah atau menang, akhirnya mereka berdamai. Beliau terkenal berbadan besar, tinggi lagi kuat. Tetapi beliau tidak melahirkan putera mahkota. Beliau berputera dua orang, yaitu Tosualle dan Tosalawakeng, yang lahir dari isteri orang kebanyakan saja.
Setelah itu diketahuinyalah bahwa saudara perempuannya yang kawin dengan raja di Palakka telah hamil. Konon beliau dapat petunjuk dalam tidurnya. Beliau sangat bergembira setelah diketahuinya bahwa saudaranya tidak lama lagi akan melahirkan anak. Maka dipanggilnyalah Tosualle dan Tosalawakeng dan berkata, "Pergilah ke Palakka, karena adik kita akan bersalin. Kalau anak sudah lahir, bawalah segera kemari. Nanti di sini dipotong tali pusatnya dan dimandikan." Tosualle dan Tosalawakeng segeralah berangkat ke Palakka. Setiba di sana bergegaslah langsung masuk ke istana. Belum lagi duduk, isteri raja Palakka melahirkanlah seorang anak laki-laki. Seluruh rambutnya berdiri tegak. Tosualle segera menyelimuti bayi itu dengan kain sarung, lalu dibawanya ke Bone. Raja Palakka kebetulan tidak berada di istana waktu itu.

Setiba di Bone, bayi itu dinaikkanlah ke istana. Dipotonglah tali pusatnya, lalu dibersihkan. Saudara perempuan Arumpone yang bernama I Samateppa yang disuruh mengasuh bayi itu. Jadi I Samateppa yang menjadi pengasuh dan pembimbing kemanakan- nya. Malam itu juga diumumkan kepada rakyat Bone, "Rakyat sekalian diperintahkan besok datang berkumpul dengan membawa perlengkapan perang...!"Keesokan harinya berdatanganlah orang Bone lengkap dengan alat perang. Panji Woromporong dikibarkan, dan Arumpone masuklah ke bangsal kerapatan dan berkata, "Ketahui oleh- mu, hai sekalian orang Bone, anak kami itu dinamai La Saliung dan digelar Kerampeluak (rambut meremeng). Kami serahkan kerajaan Bone ini kepadanya. Kepadanya juga kami percayakan perjanjian kita yang kami warisi dari baginda, sebelum beliau menghilang."
Orang banyak itu pun serentak menyatakan persetujuannya, sambil bersumpah setia. Lalu Bissu diundang dan acara perayaan pun dimulailah. Kerampeluak dilantiklah oleh mamanda menjadi Arumpone tujuh hari tujuh malam lamanya. Yang memangku bayi berjaga-jagalah tujuh hari tujuh malam lamanya. Setelah upacara perestuan selesai, maka tali pusat dan tembuni diarak orang berkeliling istana. Raja tua pergilah meninggalkan istana. Baginda Kerampeluak diberilah gelar Arumpone. Beliau tinggallah di istana, dan bibinda I Samateppa berlaku sebagai orang tuanya. Raja tua kalau ingin bepergian disuruhlah orang ke istana menyampaikan bahwa beliau ingin bepergian, supaya disuruh orang membawa beliau. Pengasuh baginda pun menyuruh orang pergi membawa Raja tua.
Demikianlah Raja tua dibawa ke mana saja dikehendakinya. Setelah 17 tahun lamanya beliau menyerahkan kerajaan kepada kemanakannya, beliau pun ditimpa sakit keras, lalu meninggal. Beliau kemudian digelar baginda Mulaie Panreng

MALLAJANGNGE RI CINA

Kerampeluak melahirkan Mallajange ri Cina. Setelah Ke- rampeluak meninggal, Makkalempié jadi raja di Bone, sesuai pesan orang tuanya. Ñama sebenarnya — moga-moga saya tidak kena kutuk - I Benrigauk, nama gelarnya Daeng Marowa. Beliau digelar juga Makkalempié. Dinamai juga Arung Majang. Setelah jadi raja di Bone, digelar Arumpone. Beliau terkenal pandai. Dalam usia yang masih muda, ia telah dimintai pertimbangan oleh orang tuanya. la kawin dengan Arung Kaju yang bernama La Tenribali. Berputera sembilan orang, dua orang di antaranya tersebut dalam naskah ini. Tujuh orang yang lain tercantum dalam sejarah silsilah raja-raja dahulu. Yang tersebut dalam naskah ialah  moga-moga saya tidak kena kutuk  yang bernama La Tenri sukki dan La Tenrigora.
Makkalempié menyuruh Arung Katumpi yang bernama Ladati pergi minta membeli bukit di negeri Cina seharga 90 ekor kerbau jantan yang belum dikebiri. Penjualan itu disetujui. Dibeli juga oleh Makkalempié bukit yang terletak di sebelah barat La- liddo. Harganya 30 ekor kerbau.
Setelah itu disuruhnya beberapa orang menghuni dan memagari bukit di negeri Cina itu. Beliau menyuruh juga orang mengolah sawah yang di sebelah barat Laliddo. Dalam pada itu pagar tanah di negeri Cina dirusak habis oleh orang Katumpi, para penghuninya diganggu dan diusiknya. Arumpone menyuruh memberi peringatan kepada raja di Katumpi. Namun tiga bulan sesudah suruhan Arumpone menyampaikan peringatan kepada raja di Katumpi, jenang Arumpone di sana dibunuh orang. Maka Katumpi diserang oleh orang Bone. Dalam pertempuran yang berlangsung satu hari saja, Katumpi dapat dikalahkan. Harta bendanya dirampas, demikian juga sawah-sawah di sebelah timur Laliddo, dan sawah-sawah di sebelah baratnya. Akan putera bungsu Arumpone yang bernama La Tenrigora, dialah yang mewarisi negeri Majang dan negeri Ciña, dan diberi gelar Arung Majang dan Arung Ciña. Adapun putera Arumpone moga-moga saya tidak kena kutuk dan tulah  yang bernama La Tenrisukki, kepadanyalah diserahkan kerajaan Bone. Lalu dilantiklah oleh orang tuanya, dan diberi gelar Arumpone moga-moga saya tidak kena kutuk - La Tenrisukki ñama sebenarnya. Sembilan belas tahun lamanya Makkalempié memerintah, barulah beliau menyerahkan kerajaan kepada putera- nya, La Tenrisukki.
Setelah Makkalempie selesai melantik puteranya, maka diantarnyalah masuk istana. Lalu beliau pergi tinggal di Ciña bersama dengan putera bungsunya, La Tenrigora. Setelah empat tahun tinggal di Ciña, pada suatu hari beliau naik ke loteng dan duduk di atas para-para tenun. Tiba-tiba datanglah nyala, konon disebut orang api dewata, berkobar berputar-putar di seluruh rumah. Mula-mula api berkobar di tangga, kemudian menjalai ke dalam rumah, akhirnya naik sampai ke loteng. Setelah api dewata padam, Makkalempie tidak ada lagi kelihatan. Maka beliau di- namailah Mallajangé ri Ciña (raja yang menghilang di Ciña).