Bagi anda yang gemar membaca buku pasti pernah melihat pada halaman - halaman awal sebuah buku ada tertulis dalam bentuk judul, SEKAPUR SIRIH. Istilah ini diadopsi dari tradisi nusantara yang khususnya dipraktekkan oleh suku - suku Bugis dan Melayu sejak berabad - abad yang lalu.
Dimasa lalu suku-suku Bugis dan Melayu sangat kental dengan tradisi " Mangngota" yaitu mengunyah kapur sirih ( sering ditambahkan pinang) tanpa menelannya. Hal seperti ini sampai sekarang masih dilakukan oleh hampir semua suku- suku di Papua. Tradisi ini dipercaya untuk menguatkan gigi dan membersihkan gusi dan rongga mulut dari berbagai macam kuman.
Lepas dari manfaat yang dipercayai dalam tradisi mengunyah kapur sirih + pinang, saya secara khusus akan menyoroti tradisi ini dalam fungsinya sebagai perekat hubungan antar individu dalam masyarakat dan simbol penghormatan dalam interaksi sosial.
Tradisi ini memiliki posisi ekslusif khususnya bagi masyarakat suku Melayau dan Bugis di masa lalu sehingga hampir semua bentuk interaksi sosial dianggap "Tidak Sahih" tanpa adanya sekapur sirih terlebih untuk acara - acara penting atau sakral semisal perkawinan, acara - acara adat, musyawarah warga bahkan untuk memulai perang atau pertarungan mempertaruhkan harga diri.
Tradisi yang dianggap wajib ini mengandung nilai - nilai kearifan lokal yang fungsinya semacam "Tuma'ninah" yang disyaratkan diantara setiap sikap/posisi dalam shalat.
Memulai sebuah urusan yang terkait dengan orang lain, bahkan musuh sekalipun, adalah wajib menghormatinya dengan mendahulukan menawarkan pinang sirih sebelum memulai urusan yang menjadi tujuan utama. Pada saat mengunyah pinang sirih inilah digunakan untuk menjernihkan hati dan pikiran agar apapun yang menjadi akhir dari urusan nanti hendaknya menjadi pilihan yang benar-benar disadari dan dipertanggung jawabkan.
Seiring zaman, tradisi "Mangngota" tergantikan dengan tradisi "Merokok" dengan tembakau lintingan yang tetap mengacu pada fungsi sosial yang sama.
Ini adalah tradisi yang tumbuh di tengah - tengah masyarakat sebagai perekat hubungan sosial yang terbukti efektif untuk tujuan yang dimaksud.
Sampai sekarang masih ditemukan tradisi membawa rokok dengan wadah baki ( bossara') sebagai "Surat Undangan" kepada para pamong, tokoh-tokoh masyarakat atau kerabat yang dituakan ketika kedatangan mereka diperlukan untuk hadir di pesta - pesta rakyat. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan simbol kedekatan hubungan sosial. Dalam hal ini, bentuk undangan lain akan dianggap sebagai sebuah pelecehan dan sikap tidak hormat yang sekaligus akan menjadi aib bagi pihak pengundang.
Di tengah pergaulan masyarakat umum, rokok menjadi " Benda Keramat" yang memiliki keampuhan menjembatani sebuah hubungan sosial dan memiliki keajaiban untuk menyingkirkan keraguan dan sikap grogi untuk memulai sebuah perkenalan dengan orang asing. Rokok selalu ditawarkan bahkan meski kepada seseorang yang bukan perokok. Karena pada dasarnya ini hanya semacam ritual penawaran dan sikap membuka diri bagi orang lain.
Selain itu, tradisi merokok ini juga menjembatani usaha untuk saling berbagi rezeki tanpa menimbulkan ketersinggungan pada pihak penerima.Dalam tradisi masyarakat khususnya bagi suku Melayu dan Bugis menerima sesuatu dalam bentuk belas kasihan dianggap menciderai harga diri seseorang. Dan hal itu akan menyakitkan. Di sinilah tradisi merokok menjadi penengah. Biasanya pihak pemberi akan menggunakan kalimat, " Sekedar pembeli rokok." Ini hanya sebuah kalimat sederhana tetapi sanggup menyelamatkan hati seseorang dari ketersinggungan dan luka harga diri.
Gencarnya kampanye anti rokok dengan dukungan berbagai regulasi belakangan ini menimbulkan perubahan paradigma dan mulai mengubur tradisi merokok.
Mungkin benar bahwa tradisi merokok tidaklah menyehatkan. Tetapi bukankah semua hal di dunia ini memiliki sisi gelap dan terang ? Bukankah setiap orang waras memiliki sisi kegilaan ? Bahkan jika seseorang benar - benar sehat, maka " Cukuplah sehatmu itu sebagai sakitmu" , demikian dikatakan Muhammad al-Musthafa sang kekasih Tuhan.
Sabtu, 20 Agustus 2016
SEKAPUR SIRIH SELINTING TEMBAKAU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar