Pada suatu hari kilat sabung-menyabung disertai guntur dan gempa bumi yang dahsyat. Sepekan lamanya demikian. Setelah kilat, guntur dan gempa bumi mereda, tiba-tiba tampaklah seorang berdiri di tengah padang berpakaian serba putih. 0rang banyak pun berkumpullah sekelompok-sekelompok lalu kemudian mereka sepakat menamai orang itu Tomanurung karena kemunculannya yang dianggap dari Kayangan ( alam atas ).
Setelah itu orang banyak itu pun bermusyawarahlah. Mereka bersepakat akan pergi bersama-sama menemui orang yang mereka namakan Tomanurung itu. Setiba di tempat itu, orang banyak itu berkata, "Maksud kedatangan kami ke mari, hai orang yang ber- bahagia, kasihanilah kami ini. Janganlah engkau menghilang lagi! Diamlah engkau di negerimu ini, dan engkaulah yang bertuan di sini. Kehendakmu kami ikuti, perintahmu kami laksanakan. Walaupun anak dan isteri kami kalau tidak engkau senangi, kami pun demikian pula, asalkan engkau mau saja tinggal di sini. Engkaulah yang bertuan di negeri ini." Setelah itu berkatalah orang yang mereka namakan Toma- nurung itu. "Baiklah katamu itu. Hanya saja ingin saya katakan kepadamu, tak mungkin saya kamu angkat jadi raja, karena saya ini hanyalah seorang hamba juga. Kalau kamu ingin mengangkat seorang raja, di sana ada tuan hamba, angkatlah beliau jadi raja!"
Orang banyak itu berkata, "Bagaimana kami akan menjadi- kan raja orang yang belum pernah kami lihat?"
Orang yang dinamakan Tomanurung itu berkata, "Kalau kamu benar-benar mau, akan saya tunjukkan."
Orang banyak itu berkata, "Kami benar-benar mau. Sepala- pala engkau mengasihani kami, antarkanlah kami ke sana!" Setelah itu maka orang banyak itu pun diantarkanlah ke tempat yang bernama Matajang. Ketika itu guntur dan kilat pun kembali sabung-menyabung. Maka didapatinyalah Tomanurung sedang duduk di atas batu yang datar, berpakaian serba kuning. Ada tiga orang hamba pengiringnya. Seorang yang memayunginya dengan payung kuning, seorang yang mengipasinya, dan seorang lagi yang membawa tempat sirih.
Mereka pun pergilah mendekat kepada Tomanurung. Toma- nurung itu berkata, "Engkau datang, Matowa?"
Matowa itu berkata, "Ya, tuan hamba." Orang banyak itu barulah tahu bahwa yang tadinya mereka sangka raja, sebenarnya hanya Matowa jualah.
Maka orang yang dinamakan Tomanurung itu berkata, "Dia itulah tuan hamba!"
Setelah itu orang banyak itu pergilah ke dekat Tomanurung yang berpakaian serba kuning. Orang banyak itu berkata, "Maksud kedatangan kami sekalian, tuanku, kami minta dikasihani. Me- netaplah tuan hamba di negeri ini. Janganlah menghilang lagi. Tinggallah di sini, dan engkaulah kami pertuan. Kehendakmu kami ikuti, perintahmu kami laksanakan. Walaupun anak dan isteri kami kalau tidak engkau senangi, kami pun demikian pula, asalkan engkau mau saja tinggal di sini. Engkaulah yang bertuan di negeri ini." Tomanurung itu berkata, "Apakah kamu sekalian tidak men dua hati, dan tidak berkata dusta?"
Setelah itu terdapatlah persetujuan antara Tomanurung dengan orang banyak. Maka dibawalah Tomanurung pindah ke Bone. Tomanurung itulah yang jadi raja di Bone. Beliau pun di- bangunkanlah sebuah istana. Setelah selesai istana itu, beliau pun tinggallah di istana itu.
Setelah itu diketahuinyalah bahwa saudara perempuannya yang kawin dengan raja di Palakka telah hamil. Konon beliau dapat petunjuk dalam tidurnya. Beliau sangat bergembira setelah diketahuinya bahwa saudaranya tidak lama lagi akan melahirkan anak. Maka dipanggilnyalah Tosualle dan Tosalawakeng dan berkata, "Pergilah ke Palakka, karena adik kita akan bersalin. Kalau anak sudah lahir, bawalah segera kemari. Nanti di sini dipotong tali pusatnya dan dimandikan." Tosualle dan Tosalawakeng segeralah berangkat ke Palakka. Setiba di sana bergegaslah langsung masuk ke istana. Belum lagi duduk, isteri raja Palakka melahirkanlah seorang anak laki-laki. Seluruh rambutnya berdiri tegak. Tosualle segera menyelimuti bayi itu dengan kain sarung, lalu dibawanya ke Bone. Raja Palakka kebetulan tidak berada di istana waktu itu.
Setiba di Bone, bayi itu dinaikkanlah ke istana. Dipotonglah tali pusatnya, lalu dibersihkan. Saudara perempuan Arumpone yang bernama I Samateppa yang disuruh mengasuh bayi itu. Jadi I Samateppa yang menjadi pengasuh dan pembimbing kemanakan- nya. Malam itu juga diumumkan kepada rakyat Bone, "Rakyat sekalian diperintahkan besok datang berkumpul dengan membawa perlengkapan perang...!"Keesokan harinya berdatanganlah orang Bone lengkap dengan alat perang. Panji Woromporong dikibarkan, dan Arumpone masuklah ke bangsal kerapatan dan berkata, "Ketahui oleh- mu, hai sekalian orang Bone, anak kami itu dinamai La Saliung dan digelar Kerampeluak (rambut meremeng). Kami serahkan kerajaan Bone ini kepadanya. Kepadanya juga kami percayakan perjanjian kita yang kami warisi dari baginda, sebelum beliau menghilang."
Orang banyak itu pun serentak menyatakan persetujuannya, sambil bersumpah setia. Lalu Bissu diundang dan acara perayaan pun dimulailah. Kerampeluak dilantiklah oleh mamanda menjadi Arumpone tujuh hari tujuh malam lamanya. Yang memangku bayi berjaga-jagalah tujuh hari tujuh malam lamanya. Setelah upacara perestuan selesai, maka tali pusat dan tembuni diarak orang berkeliling istana. Raja tua pergilah meninggalkan istana. Baginda Kerampeluak diberilah gelar Arumpone. Beliau tinggallah di istana, dan bibinda I Samateppa berlaku sebagai orang tuanya. Raja tua kalau ingin bepergian disuruhlah orang ke istana menyampaikan bahwa beliau ingin bepergian, supaya disuruh orang membawa beliau. Pengasuh baginda pun menyuruh orang pergi membawa Raja tua.
Demikianlah Raja tua dibawa ke mana saja dikehendakinya. Setelah 17 tahun lamanya beliau menyerahkan kerajaan kepada kemanakannya, beliau pun ditimpa sakit keras, lalu meninggal. Beliau kemudian digelar baginda Mulaie Panreng